Istana Kraton Yogyakarta |
Berkali-kali pihak kesultanan melancarkan protes keras terkait RUUK Yogya yang diajukan pemerintah itu, terutama mengenai mekanisme pemilihan Gubernur Yogya yang dianggap melenceng dari kesepakatan para pendahulu antara pihak kerajaan sultan Yogya dengan pemerintahaan RI, saat itu.
Beberapa kali pula Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi meyakinkan publik bila langkah yang mereka (pemerintah) ambil sudah sesuai dengan aspirasi masyarakat Yogya. Terakhir Gamawan membeberkan alasan pengajuan isi RUUK Yogya tak semata demi alasan demokrasi, tapi juga berpegang pada asas Hak Asasi Manusia (HAM).
"Usulan pemerintah dalam RUUK Yogyakarta bukanlah harga mati. Tapi perlu diingat, bahwa konsep RUUK yang diajukan pemerintah, khususnya mengenai Pilkada DIY, bukan semata-mata demi alasan demokrasi tapi juga berpegang pada asas HAM," kata Gamawan kepada wartawan, Rabu (26/1/2011).
Gamawan sendiri kembali mengeluarkan pernyataan terkait rencana pembahasan RUUK DIY di DPR, yang dimulai Kamis (27/1). "Jadi soal istilah gubernur utama, itu bukan harga mati. Tapi gubernurnya tetap dipilih, karena itu amanat undang-undang. Karena kita melihat dari konstitusi," timpal Gamawan.
Diakuinya, bila dalam UUD 1945 terutama pasal 18 B memang mengakui keistimewaan suatu daerah. Namun Mendagri merujuk pasal 27 UUD 1944 tentang kedudukan warga negara yang sama di dalam hukum dan pemerintahan, memberikan alasan bahwa Gubernur DIY tetap harus dipilih secara umum.
"Ini bukan pasal daerah lagi, tapi pasal HAM. Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu tanpa kecuali," tegasnya.
Dasar lain dalam penyusunan konsep RUUK DIY adalah pasal 28 UUD 1945. Dijelaskan Gamawan, adalah kewajiban pemerintah mencoba mengelaborasi UUD itu ke dalam UU, khususnya menyangkut soal keistimewaan Yogya dengan memperhatikan semua pasal secara utuh. "Jadi bukan hanya UUD pasal 18 saja, tapi secara keseluruhan juga pasal 27 dan 28," timpalnya.
Seperti ramai diberitakan media nasional, pemerintah dalam RUUK yang dikirim untuk dibahas kalangan DPR menginginkan Gubernur DIY dipilih oleh DPRD. Memang disebutkan bila Sultan HB dan Pakualam tetap dimungkinkan menjadi Gubernur dan wakil Gubernur namun harus melalui mekanisme pemilihan.
Opsi lain ditawarkan bagi Sultan dan dan Pakualam adalah posisi Gubernur dan Wakil Gubernur Utama. Opsi ini yang kerab dilecehkan beberapa kalangan Provinsi Yogya. Bahkan dianggap konsep perusahaan keluarga dimana ada gubernur dan gubernur utama.
Tidak ada komentar: