Slider

Gambar tema oleh kelvinjay. Diberdayakan oleh Blogger.

POLITIKAL NEWS

Poros Barito

Technology

KRIMINALITAS

ANTI KORUPTOR

Sports

POROS KALTENG

» » » » » Tanpa Relasi, Perempuan Sulit Bersaing Pilkada

JAKARTA - Tanpa relasi politik yang melibatkan keluara sebagai pengurus partai, perempuan dianggap sulit maju dalam pilkada sebagai calon kepala daerah maupun wakil kepala daerah.

Hal itu diungkapkan anggota DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Andi Yuliani Parisdi Jakarta, Selasa (18/1). "Ini berdasarkan fakta, kalau dia (perempuan) bukan bagian dari struktur partai atau berkorelasi maka akan sulit," kata anggota DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Andi Yuliani Parisdi Jakarta, Selasa (18/1).

Kondisi ini sangat disayangkan, tetapi fakta di lapangan menunjukkan sebagian calon kepala daerah perempuan memiliki akses untuk maju karena adanya keluarga yang merupakan politisi partai atau memiliki posisi penting di partai.

"Sosial kapital adalah modal awal bagi perempuan untuk dapat mencalonkan diri," tambah mantan anggota Komisi II DPR itu. Hasil kajian yang dilakukan Departemen Ilmu Politik FISIP Universitas Airlangga bersama dengan Kemitraan Australia- Indonesia tentang kandidasi perempuan di Jawa Timur dan Sulawesi Utara, menunjukkan sejumlah calon perempuan maju dalam pilkada karena memiliki hubungan dengan pengurus partai.

Ketua Peneliti dari Departemen Ilmu Politik FISIP Unair Dwi Windyastuti dalam paparannya menjelaskan akses perempuan di arena pencalonan melalui terobosan keluarga sebagai pengurus partai, memang cara yang memungkinkan munculnya calon perempuan dalam pilkada.

"Melalui cara ini, perempuan mampu menembus kekuatan parpol yang umumnya didominasi oleh kaum lelaki," tuturnya.

Selain itu, seorang perempuan mau mencalonkan diri dalam pilkada, baik sebagai calon kepala daerah maupun wakil kepala daerah, dipengaruhi banyak faktor di antaranya adalah dorongan keluarga dan upaya untuk melanggengkan kekuasaan keluarga.

Beberapa kandidat kepala daerah perempuan pada mulanya tidak memiliki niat untuk mengikuti pilkada, tetapi karena adanya dorongan dari keluarga atau orang terdekat menyebabkan kandidat akhirnya maju. Artinya, calon perempuan tersebut tidak merencanakan sendiri pencalonannya dan lebih didominasi oleh dorongan orang lain.

Selain itu, tampilnya perempuan yang berstatus istri atau anak pejabat di sejumlah pilkada menunjukkan bagaimana perempuan dijadikan instrumen politik untuk mempertahankan kekuasaan.

"Maraknya politik keluarga ini justru akan mereduksi proses demokratisasi di partai politik," katanya.

Menurut Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia, keberadaan kaum perempuan di parlemen masih minim, meskipun aturan perundangan sudah mengamanahkan kuota minimal 30 persen untuk kaum perempuan.

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama