Sebuah taman dijantung kota Pangkalanbun, ibukota Kobar |
Hal itu terekam dalam prosesi persidangan ulang sengketa Pilkada Kobar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa kemaren. Dimana majelis hakim menghadirkan saksi penting (petugas pelaksana Pilkada Kobar), termasuk Ratna Mutiara, pelapor dugaan politik uang ke MK, yang juga ditetapkan sebagai terdakwa pada sidang di PN Jakarta Pusat tersebut.
Bukti cukup kuat bila kesaksian yang diberikan pelapor dalam sidang sengketa Pilkada Kobar saat ditangani majelis hakim MK, dimana surat pengaduan yang diajukan pelapor ke MK salinan rangkapnya tak ditembuskan petugas pelaksana Pilkada Kobarm baik KPUD maupun pihak Panwaslu.
"Dugaan politik uang Pilkada Kobar yang disampaikan terdakwa Ratma Mutiara pada persidangan di MK tidak ada laporan pidananya. Apa yang disaksikan terdakwa di MK tidak ada tembusannya di KPUD Kobar. Hasil pemungutan suara di TPS di mana disebutkan terdakwa telah terjadi money politics seluruhnya ditandatangani saksi. Jadi tidak ada masalah, sebenarnya," tegas Ketua KPUD Kobar, Oscar Vyarisa, dihadapan majelis hakim PN Jakarta Pusat.
Menurut Oscar, sudah menjadi ketentuan dan aturan, setiap adanya dugaan pidana terkait penyelenggaraan pemilukada, surat laporan atau surat pengaduan wajib ditembuskan ke petugas pelaksana Pilkada, dalam hal ini KPU Kowabar dan Panwaslu.
"Mekanisme laporan pertama ditujukan kepada Panwaslu yang kemudian dilanjutkan ke Kepolisian untuk diteliti apakah ada unsur pidananya. Selanjutnya laporan Panwaslu ditembuskan ke KPUD Kobar," timpalnya.
Meski meragukan kebenaran surat pengaduan atau surat laporan yang diajukan terdakwa Ratma Mutiara ke MK, namun Oscar mengakui dalam Pilkada Kobar pihaknya memang ada menerima tembusan surat pengaduan tentang dugaan tindak pidana politik uang dilakukan salah satu tim sukses peserta Pilkada Kobar di desa tempat terdaksa berdomisili.
"Tapi nama pelapor bukan Ratna Mutiara. Juga tidak berkaitan dengan materi kesaksian Ratna di persidangan MK dimana disebutkan ada politik uang di desa tempat Ratna bermukim," jelas Oscar.
Dalam kesempatan bersaksi, Oscar menegaskan bila pihaknya hanya akan menerima tembusan surat pengaduan atau surat laporan jika materi yang disangkakan pelapor atau surat pengaduan yang dibuat Panwaslu mengadung unsur tindak pidana. Bila hanya pelanggaran administrasi, proses hingga pemberian saksi bila diperlukan, cukup ditangani KPUD.
Oscar juga menegaskan bila dirinya tak pernah mengenal dengan terdakwa sebelumnya, selain dipersidangan. Nama Ratma Mutiara, sebut Oscar, tiba-tiba muncul dipersidangan MK 28 Juni 2010 lalu.
Sidang sengketa Pilkada Kobar di PN Jakarta Pusat itu dipimpin hakim ketua Supradja dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) adalah Agus Prastowo. Sedangkan saksi lain dihadirkan selain Oscar, di antaranya anggota KPU Kobar Tony Pandiangan, Alawudin. Persidangan juga memintai keterangan saksi pasangan calon Wakil Bupati Kobar, Eko Soemarno.
Secara garis besar, keterangan diberikan Tony dan Awaludin hampir tak berbeda jauh dengan yang disampaikan Ketua KPUD Kobar Oscar. Terutama mengenai tembusan surat pengaduan atau surat laporan, seperti yang disampaikan terdakwa kepada majelis hakim MK sebelumnya.
"Saya bahkan tak pernah mendapat laporan dan mendengar adanya politik bagi-bagi uang, termasuk di TPS dimana terdakwa Ratna Mutiara memberikan suaranya. Setelah di MK saja kami dengar adanya bagi-bagi uang," sebut Tony.
Sedangkan Eko Soemarno, pasangan yang dianulir kemenangannya oleh keputusan MK sebelumnya, dalam persidangan itu membantah bahwa pihaknya pernah berjanji kepada masyarakat pemilih akan memberikan kebun kelapa sawit kepada mereka. Yang mereka tawarkan, sebut Eko, adalah lahan kebuh kelapa sawit Plasma yang akan digarap diatas lahan milik negara.
"Tidak benar diatas lahan milik perusahaan di Kobar. Tawaran petani plasma itu wajar karena memang mengadopsi program pemerintah pusat yang memberikan ruang khusus bagi masyarakat untuk berusaha, agar tercapai kehidupan mereka yang makmur dan merata," diplomasi Eko.
Semua materi yang dibeberkan para saksi tak kuasa dibatah oleh terdakwa Ratna Mutiara. Sebaliknya, dia mengaku tak keberatan dengan apa yang disampaikan semua saksi dipersidangan itu. Bahkan ada beberapa di antaranya dibenarkan oleh terdakwa. Ini jelas, dugaan adanya kesaksian palsu dalam sidang MK seperti yang dituding tim sukses Sugianto-Eko, hampir benar adanya.
Meski begitu, diharapkan semua pihak tetap menjunjung tinggi keputusan diambil majelis hakim dalam persidangan kali keduanya sengketa Pilkada Kobar itu. "Jangan sampai energi kita terkuras hanya untuk soal sengketa pilkada," ucap seorang warga Pangkalanbun, yang juga termasuk tokoh pemuda setempat disela persidangan.
Seperti diketahui, dalam sidang MK 28 Juni 2010 lalu, terdakwa Ratna Mutiara menyebut pasangan Sugianto dan Eko Soemarmo telah melakukan praktik politik bagi-bagi uang.
Kesaksian Ratna tersebut membuat posisi pasangan incumbent Ujang Iskandar-Bambang Purwanto yang sebelumnya kalah perolehan suara pilkada Kobar, kemudian sempat hendak dilantik atas keputusan MK yang memenangkan pasangan itu.
MK menganulir kemenangan calon bupati yang juga mantan suami artis Ussy Sulistiyawati itu karena dianggap terbukti melakukan pelanggaran dalam Pemilukada Kobar. Keputusan MK memicu kontoversi hingga terjadi demo dan sempat terjadi aksi anarkis beberapa pendukung sapangan dikorbankan, hingga saat ini dilakukan sidang ulang terhadap sengketa Pilkada Kobar itu.
Tidak ada komentar: