Oleh. Mohammad Takdir Ilahi
Perhelatan akbar Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan sudah tampak dihadapan pecinta bola di seluruh dunia guna menyaksikan aksi-aksi memikat para bintang sepak bola dari berbagai negara yang berkesempatan tampil untuk menyuguhkan gaya permainan indah nan memukau. Selama satu bulan penuh, pecinta bola di seluruh dunia akan kembali dihibur oleh perhelatan bergengsi ini yang menampilan pemain-pemain bintang dengan bakat-bakat brilian dalam mengolah si kulit bundar.
Pesta akbar yang ditunggu-tunggu pemirsa di seluruh dunia memang mengundang daya tarik dan hasrat untuk mengikuti perjalanan tim peserta Piala Dunia yang diikuti pemain-pemain bintang papan atas yang telah mendapatkan pengakuan seiring dengan prestasi yang ditorehkan oleh pemain bintang bersangkutan. Sebut saja, pemain penuh talenta Messi, Ronaldo, Rooney, Kaka, Robben, Sneijder, Ribery, Villa, Xavi, Robinho, dan pemain bintang lainnya yang bakal menampilkan aksi-aksi memikat sehingga membuat detak kagum pemirsa di seluruh dunia.
Dalam perhelatan itu, kita akan disuguhkan permainan dengan penuh keindahan dari insan sepak bola dunia. Itulah sebabnya, permainan sepak bola adalah ramuan dari berbagai talenta dan improvisasi yang penuh keindahan. Lebih tepatnya lagi, sepak bola adalah layaknya sebuah orkestra, perpaduan antara harmonisasi dan keindahan. Harmonisasi atau keindahan mungkin bisa di miliki oleh semua tim di manapun, karena itu hanya masalah waktu. Untuk menyatukan kedua faktor tersebut, itu suatu hal yang sangat sulit. (A. Muhaimin Iskandar, 2006).
Perbedaan Gaya Permainan
Pertanyaanya, manakah yang lebih mengesankan, menonton sepak bola gaya latin atau permainan ala Eropa? Kalau saya boleh memilih, maka gaya permainan latin akan lebih indah daripada ala Eropa. Menyaksikan seniman-seniman sepak bola dari Amerika Latin yang memainkan si kulit bundar rasanya lebih memesona ketimbang permainan bertenaga kesebelasan dari benua hitam Afrika atau permainan kolektif dan disiplin kesebelasan-kesebelasan Eropa.
Perbedaan gaya permainan antara tim-tim sepak bola tidak saja dipengaruhi oleh letak geografis dan lain sebagainya. Latar belakang budaya tampaknya mungkin mempengaruhi secara signifikan pola permainan sepak bola. Eropa yang monarkis memberi sentuhan pada gaya permainan tim-tim dari daratan ini. Seperti musik klasik yang mengedepankan harmonisasi bunyi instrumen-instrumennya.
Bagaimana dengan gaya permainan Italia? Sistem grendel “catenaccio” ala Italia telah melahirkan Giani Rivera, Dino Zoff, Paolo Rossi, Franco Baresi serta Roberto Baggio. Permainan penuh disiplin Tim Panzer Jerman yang pernah melahirkan Franz Beckenbauer, Lothar Mattheus dan juga Juergen Klinsmann. Atau tim oranje Belanda dengan total footballyang mengesankan dengan pemain sekaliber Johan Cryuff, Ruud Gullit dan Van Basten.
Banyak sekali faktor yang menjadi latar belakang perbedaan gaya permainan. Semisal, bangsa-bangsa yang terjajah, maka gaya permainannya akan lebih menarik untuk disaksikan. Amerika Latin dengan latar belakang budaya kaum jajahan menampilkan gaya permainan sepak bola yang lebih mengedepankan keterampilan individu-individunya. Kawasan Amerika Selatan seperti halnya ”negara-negara selatan” lainnya pernah berada pada hegemoni imperialisme barat.
Itulah sebabnya, kalau kita mengacu pada gaya latin, tentu itu dilakukan dengan teknik dan keterampilan yang luar biasa. Gaya Permainan sepak bola latin pun lebih berpijak pada irama keterampilan individu-individunya. Layaknya tarian tango yang mengandalkan kecepatan langkah-langkah kaki. Gaya permainan Argentina dengan umpan-umpan pendek merapat melahirkan Maradona, Mario Kempes, Osvaldo Ardilles, Batistuta, Pablo Aimar dan juga bintang muda macam Lionel Messi.
Demi menyesuaikan diri dengan gaya permainan sepak bola modern, Brazil merupakan salah satu contoh tim peserta Piala Dunia yang tetap menampilkan permainan dengan gaya jogo bonito yang menjadi jati diri tim Selecao. Bahkan, kehebatan individu pemain-pemain Brazil merupakan berkah tersendiri bagi tim nasional mereka. Tidak heran bila permainan jogo bonito Brasil memunculkan maestro-maestro sepak bola seperti Pele, Zico, Socrates, Romario, Ronaldo, Ronaldinho, dan juga Kaka yang menjadi simbol-simbol keindahan sepak bola latin. Keindahan sepak bola Brazil telah mengantarkannya menjadi lima kali juara Piala Dunia.
Pun demikian halnya, pada dekade 90-an kesebelasan dari Benua Afrika mulai mencuri perhatian publik sepak bola. Kondisi geografis dan sosiologis Benua Afrika yang relatif keras melahirkan tim sepak bola dengan permainan penuh tenaga dengan individu-individu seperti Roger Milla, Abedi Pele, George Weah, Didier Drogba dan juga Samuel Eto'o. Bagaimana dengan perhelatan Piala Dunia yang berlangsung di benua Afrika? Apakah tim-tim dari Afrika mampu tampil cemerlang atau malah akan menjadi bulan-bulanan tim dari Amerika Latin?
Identitas Kebangsaan
Seringkali sepak bola melahirkan identitas-identitas baru. Kita ingat bagaimana seorang Diego Maradona dipuja oleh warga Napoli yang secara geografis berada di bagian Italia Selatan yang secara ekonomi di bawah kawasan Italia Utara. Maradona dianggap pahlawan perjuangan kelas karena membawa Napoli memotong hegemoni klub-klub kaya asal Italia Utara, bahkan ketika berlangsung Semifinal Piala Dunia 90 di Napoli antara Italia vs Argentina, Kesebelasan Italia seakan-akan bertanding di kandang lawan.
Pada perkembangannya bahkan identitas sepak bola tidak lagi diwujudkan melalu etnis pemainnya, seperti Perancis yang memenangi Piala Dunia 1998 dengan sebagian besar pemainnya merupakan keturunan imigran dari Afrika. Bahkan naturalisasi melalui pindah kewarganegaraan menjadi suatu keniscayaan dalam dunia sepak bola dewasa ini.
Pada era sepak bola industri ini, keindahan kadang tidak lagi menjadi inspirasi bagi permainan sepak bola, sementara kepentingan kapitalisme telah mengintervensi permainan sepak bola. Perkembangan mutakhir mengharuskan sepak bola berkolabarasi dengan industri. Dari sini muncul style baru dalam sepak bola, gaya permainan tidak lagi menjadi identitas khas suatu kesebelasan dari kawasan tertentu, pemain-pemain dari Amerika latin yang merumput di daratan Eropa telah memberi warna dan menginspirasi permainan tim-tim sepak bola di kawasan tersebut.
Bagaimanapun sepak bola telah memperlihatkan bagaimana sebuah multikulturalisme berlangsung. Ada saat dimana identitas dikibarkan dengan bendera besar, ada saat dimana identitas-identitas dihilangkan, ditinggalkan ataupun dileburkan untuk sebuah identitas baru.
Mohammad Takdir Ilahi,
Pecinta Bola dan Peneliti Utama The Annuqayah Institute Jogjakarta.
Emael. tkdr_ilahi@yahoo.co.id.
No.Hp 08179445575. No.Rek 0130558568
BNI Cabang UGM a/n Mohammad Takdir.
Tidak ada komentar: