Muarateweh - Gaya-gaya pejabat dan para elit politik pemerintahanan pusat kian latah saja ditiru masyarakat desa pedalaman di Kabupaten Barito Utara (Barut), Kalimantan Tengah. Baik itu sikap tanpa malu melakukan pungutan liar hingga tanpa pikir panjang menuntut mundur hanya jabatan seorang kades.
Gaya macam itu dulu tak pernah ada, karena masyarakat Kalteng teguh berpegang pada prinsif 'rumah betang', yang mana segala bentuk perselisihan cukup diputuskan melalui musyawarah antar warga desa.
Entah benar termotifasi para pejabat dan politisi pusat, yang pasti kemaren tak kurang dari belasan masyarakat mengatasnamakan warga Desa Sikui mendesak pejabat terkait agar segera mencabut SK Bupati tentang pengangkatan Kades mereka yang notabene hasil dipilih secara langsung oleh masyarakat setempat.
Uniknya, permasalahan Kades yang seharusnya cukup ditangani instansi terkait di Kantor Bupati, justru disampaikan sekelompok masyarakat Desa Sikui itu kepada wakil rakyat di Gedung DPRD Barut. Ketara sekali, bila pejabat harus melalui desakan wakil rakyat dulu baru respon terhadap aspirasi masyarakat.
Apa memang sudah tradisi aparatur desa yang dituding bermasalah harus dihakimi beramai-ramai. Padahal belum tentu juga apa yang dituding sekolompok yang kontra itu benar. Karena biasanya lebih dikarenakan tendesi pribadi, apalagi sekarang peran Kades kian penting saja semenjak ramainya penambangan dihutan desa.
"Kami minta agar kepala desa segera di nonaktifkan dan mencabut keputusan bupati Barut tentang pengangkatan sumpah dan jabatan Kades kami (Desa Sikui)," kata Hj Maskanah, salah satu perwakilan warga Desa Sikui dihadapan anggota legislatif Barut.
Alasan tuntutan agar Kades mereka segera diberhentikan dari jabatannya, menurut Hj Maskanah, karena Kades telah bersikap semena-mena kepada perangkat desa lainnya. "Kades memberhentian perangkat desa tanpa ada keterangan resmi, sehingga sampai sekarang mereka tak menerima gaji. Ini terjadi sejak tahun 2010," tuding Hj Maskanah.
Masalah lainnya, Kades Sikui dituding sering melakukan pemungutan tak resmi kepada masyarakat diluar ketentuan. Kasus cukup serius ditudingkan warga setempat kepada Kades Sikui, yakni dugaan penyelewengan penggunaan ADD (Anggaran Dana Desa. Hj Maskanah, tanpa tanding aling, munuding Kades telah menilep ADD tahun 2009, dalam kegiatan penyediaan air bersih di desa setempat.
"Kades membuat laporan palsu bahwa pekerjaan sudah selesai, padahal itu hanya sebagai alasan untuk bahan laporan pengambilan uang," beber Hj Maskanah. Namun wanita paruh baya itu tak menjelaskan apakah pengambilan dana dilakukan pada pertengah pelaksanaan kegiatan atau diakhir kegiatan, sehingga tak begitu jelas apakah proyek dikerjakan atau tidak.
“Seharusnya kades memberi contoh prilaku yang baik kepada warga yang dipimpinnya. Sebagai warga Sikui tentu saya prihatin dengan ulah Kades kami itu. Tentang masalah ini sebenarnya sudah pernah dilaporkan salah satu LSM, namun hingga sekarang sampai kami datang ke gedung dewan, belum ada tindakan riil dari dinas terkait," katanya dengan nada kesal.
Lebih detail mengenai penggunaan dana ADD, Hj Maskanah juga menuding Kades Sikui tak bisa mempertanggungjawabkan dana untuk belanja keperluan kantor Kades. Ini dapat mereka lihat dari laporan disampaikan dalam pertanggung jawaban dana ADD tahap pertama 2009, dimana barang yang dilaporkan secara fakta nihil alias belum ada.
Sekelompok warga Desa Sikui itu diterima langsung Wakil Ketua DPRD Barut Yusia.S Tingan. "Laporan kalian akan kami tindak lanjuti. Kami sangat menghargai kehadiran kalian di gedung ini," kata Ketua DPC PDI Perjuangan Barut itu.
Namun, sebut Yusia, pihak dewan hanya sebatas menindak lanjuti dengan melakukan hearing kepada pejabat terkait atau menyampaikan surat tertulis dengan dasar tuntutan warga itu. Sedangkan pemberhentian jabatan seorang Kades adalah wewenang Bagian Tata Pemerintahan Setda Barut sebagai instansi teknis, melalui suarat bupati.
Terpisah, Assisten I Bidang pemerintahan Barut Drs Langkap Umar meminta agar masyarakat Sikui lebih bijaksana dan arip menyikapi permasalahan desa mereka. Menurutnya pemberhentian Kades tak semudah membalik telapak tangan, karena juga harus melalui mekanisme peraturan berlaku. Apalagi apa yang ditudingkan masyarakat masih belum bisa dibuktikan kebenarannya.
“Terlebih dahulu kita bentuk tim yang kemudian tim itu diturunkan untuk melakukan audit atau memintai keterangan seputar tudingan masyarakat. Tim terdiri dari petugas dari Badan Pemerdayaan Masyarakat Desa(BPMD), Inspektorat, Camat," jelasnya. Pihak dewan juga dilibatkan dalam tim, khususnya Komisi A.
Selanjutnya akan ada pemberian rekomendasi kepada pejabat Inspektorat bila tudingan masyarakat benar adanya. Inspektorat melakukan pemeriksaan termasuk pemberian saksi yang mengacu pada bentuk pelanggaran bila terbukti kades menyelewengkan dana. Kemudian nanti ada SK pemberhentian, bila Kades terbukti bersalah oleh Pengadilan.
"Tapi penggantinya tetap dilakukan melalui pemilihan secara langsung yang teknis pelaksanaannya terserah aparatur pemerintahan desa dan masyarakat menentukannya," pungkas Langkap Umar.
Gaya macam itu dulu tak pernah ada, karena masyarakat Kalteng teguh berpegang pada prinsif 'rumah betang', yang mana segala bentuk perselisihan cukup diputuskan melalui musyawarah antar warga desa.
Entah benar termotifasi para pejabat dan politisi pusat, yang pasti kemaren tak kurang dari belasan masyarakat mengatasnamakan warga Desa Sikui mendesak pejabat terkait agar segera mencabut SK Bupati tentang pengangkatan Kades mereka yang notabene hasil dipilih secara langsung oleh masyarakat setempat.
Uniknya, permasalahan Kades yang seharusnya cukup ditangani instansi terkait di Kantor Bupati, justru disampaikan sekelompok masyarakat Desa Sikui itu kepada wakil rakyat di Gedung DPRD Barut. Ketara sekali, bila pejabat harus melalui desakan wakil rakyat dulu baru respon terhadap aspirasi masyarakat.
Apa memang sudah tradisi aparatur desa yang dituding bermasalah harus dihakimi beramai-ramai. Padahal belum tentu juga apa yang dituding sekolompok yang kontra itu benar. Karena biasanya lebih dikarenakan tendesi pribadi, apalagi sekarang peran Kades kian penting saja semenjak ramainya penambangan dihutan desa.
"Kami minta agar kepala desa segera di nonaktifkan dan mencabut keputusan bupati Barut tentang pengangkatan sumpah dan jabatan Kades kami (Desa Sikui)," kata Hj Maskanah, salah satu perwakilan warga Desa Sikui dihadapan anggota legislatif Barut.
Alasan tuntutan agar Kades mereka segera diberhentikan dari jabatannya, menurut Hj Maskanah, karena Kades telah bersikap semena-mena kepada perangkat desa lainnya. "Kades memberhentian perangkat desa tanpa ada keterangan resmi, sehingga sampai sekarang mereka tak menerima gaji. Ini terjadi sejak tahun 2010," tuding Hj Maskanah.
Masalah lainnya, Kades Sikui dituding sering melakukan pemungutan tak resmi kepada masyarakat diluar ketentuan. Kasus cukup serius ditudingkan warga setempat kepada Kades Sikui, yakni dugaan penyelewengan penggunaan ADD (Anggaran Dana Desa. Hj Maskanah, tanpa tanding aling, munuding Kades telah menilep ADD tahun 2009, dalam kegiatan penyediaan air bersih di desa setempat.
"Kades membuat laporan palsu bahwa pekerjaan sudah selesai, padahal itu hanya sebagai alasan untuk bahan laporan pengambilan uang," beber Hj Maskanah. Namun wanita paruh baya itu tak menjelaskan apakah pengambilan dana dilakukan pada pertengah pelaksanaan kegiatan atau diakhir kegiatan, sehingga tak begitu jelas apakah proyek dikerjakan atau tidak.
“Seharusnya kades memberi contoh prilaku yang baik kepada warga yang dipimpinnya. Sebagai warga Sikui tentu saya prihatin dengan ulah Kades kami itu. Tentang masalah ini sebenarnya sudah pernah dilaporkan salah satu LSM, namun hingga sekarang sampai kami datang ke gedung dewan, belum ada tindakan riil dari dinas terkait," katanya dengan nada kesal.
Lebih detail mengenai penggunaan dana ADD, Hj Maskanah juga menuding Kades Sikui tak bisa mempertanggungjawabkan dana untuk belanja keperluan kantor Kades. Ini dapat mereka lihat dari laporan disampaikan dalam pertanggung jawaban dana ADD tahap pertama 2009, dimana barang yang dilaporkan secara fakta nihil alias belum ada.
Sekelompok warga Desa Sikui itu diterima langsung Wakil Ketua DPRD Barut Yusia.S Tingan. "Laporan kalian akan kami tindak lanjuti. Kami sangat menghargai kehadiran kalian di gedung ini," kata Ketua DPC PDI Perjuangan Barut itu.
Namun, sebut Yusia, pihak dewan hanya sebatas menindak lanjuti dengan melakukan hearing kepada pejabat terkait atau menyampaikan surat tertulis dengan dasar tuntutan warga itu. Sedangkan pemberhentian jabatan seorang Kades adalah wewenang Bagian Tata Pemerintahan Setda Barut sebagai instansi teknis, melalui suarat bupati.
Terpisah, Assisten I Bidang pemerintahan Barut Drs Langkap Umar meminta agar masyarakat Sikui lebih bijaksana dan arip menyikapi permasalahan desa mereka. Menurutnya pemberhentian Kades tak semudah membalik telapak tangan, karena juga harus melalui mekanisme peraturan berlaku. Apalagi apa yang ditudingkan masyarakat masih belum bisa dibuktikan kebenarannya.
“Terlebih dahulu kita bentuk tim yang kemudian tim itu diturunkan untuk melakukan audit atau memintai keterangan seputar tudingan masyarakat. Tim terdiri dari petugas dari Badan Pemerdayaan Masyarakat Desa(BPMD), Inspektorat, Camat," jelasnya. Pihak dewan juga dilibatkan dalam tim, khususnya Komisi A.
Selanjutnya akan ada pemberian rekomendasi kepada pejabat Inspektorat bila tudingan masyarakat benar adanya. Inspektorat melakukan pemeriksaan termasuk pemberian saksi yang mengacu pada bentuk pelanggaran bila terbukti kades menyelewengkan dana. Kemudian nanti ada SK pemberhentian, bila Kades terbukti bersalah oleh Pengadilan.
"Tapi penggantinya tetap dilakukan melalui pemilihan secara langsung yang teknis pelaksanaannya terserah aparatur pemerintahan desa dan masyarakat menentukannya," pungkas Langkap Umar.
Tidak ada komentar: