Putri Penari Tradisional Kalteng (web) |
Sekretaris Pengurus Harian Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalteng, Mariaty A Niun mengatakan hal itu di Palangkaraya, Rabu kemaren.
Menurutnya, di beberapa wilayah Kalteng masih terdapat permasalahan menyangkut tumpang-tindih kepentingan atas lahan-lahan masyarakat adat.
Kasus yang kerap terjadi, katanya, adalah ketika industri pertambangan dan perusahaan perkebunan mengembangkan usaha mereka di wilayah kelola masyarakat adat.
Menyebut contoh, ia bercerita tentang konflik antara masyarakat adat dengan pihak pengembang perkebunan sawit di beberapa wilayah seperti Kabupaten Kapuas, Seruyan, dan Kotawaringin Timur.
Dikatakan, pengakuan atas hak kelola masyarakat adat yang harus berbenturan dengan pihak pemilik modal seperti itu sering kali membuat pihak masyarakat adat kalah karena mereka tidak memiliki bukti fisik sebagai bukti kepemilikan tanah adat yang telah mereka kelola secara turun temurun.
Selain itu, katanya ada kerancuan antara pengertian tanah adat di tingkat masyarakat dengan istilah hutan adat pada Undang-Undang (UU) No. 41/1999 tentang Kehutanan.
Yang kemudian menjadi permasalahan adalah wilayah kelola masyarakat yang selama ini disebut sebagai tanah adat dalam UU tersebut dirujuk sebagai hutan negara walaupun masih diakui keberadaanya berada dalam wilayah masyarakat hukum adat.
Mariaty mengatakan, khusus lingkup Kalteng memang telah ada peraturan daerah (Perda) tentang masyarakat adat namun lebih banyak bicara tentang teknis kelembagaan adat Dayak di Kalteng.
Peraturan itu katanya masih belum mampu menjadi landasan hukum yang akan melindungi kawasan kelola masyarakat adat beserta sumber-sumber penghidupan mereka yang sedang terancam perluasan industri dan perkebunan skala besar.
Dalam rangka memperjuangkan hak-hak masyarakat adat, dikatakan bahwa AMAN Kalteng telah membentuk aliansi bersama dengan masyarakat adat Borneo dari seluruh pulau Kalimantan termasuk yang dari Malaysia dalam sebuah aliansi.
Aliansi itu disebut BIPA atau Borneo Indigenous Peoples Alliance yang merupakan kesatuan aksi kelompok masyarakat adat yang bekerja bersama-sama untuk menyusun program menghadapi persoalan-persoalan masyarakat adat, demikian Mariaty.
Tidak ada komentar: