![]() |
| Aulia Pohan (vivanews.com) |
"Biarlah publik yang memahami pernyataan itu. Apakah pernyataan itu patut atau tidak," kata Gayus Lumbuun, anggota Komisi III Bidang Hukum DPR, dikutif dari VIVAnews.com, Selasa (24/8).
Gayus yang bergelar profesor hukum ini pada dasarnya tidak mau mengomentari Marzuki Alie. "Pernyataan Marzuki sebenarnya bisa dinilai sendiri publik," ungkapnya.
"Saya punya pertanyaan mudah sekaligus jawabannya. Apakah KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) bisa menangani perkara di luar korupsi? Apakah Pengadilan Tipikor bisa menangani kasus bukan korupsi?" ucap Gayus Lumbuun yang juga anggota Komisi III Bidang Hukum DPR, balik bertanya.
Politikus kelahiran Manado ini menekankan, bahwa pembentukan KPK itu khusus untuk menangani kasus-kasus korupsi. Sifatnya spesifik. Begitu juga pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
"Judulnya saja sudah ada kata ’korupsi’. Yang ditindak apa kalau bukan korupsi. Ada-ada saja," kata anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Timur V itu dengan nada menyindir.
Sebelumnya, Marzuki Alie mengatakan Aulia Pohan tak layak disebut koruptor. "Aulia bukan koruptor. Tapi ia ikut kena pasal. Koruptor itu kan makan uang negara, sementara dia cuma ikut membuat kebijakan," ucap Marzuki, kemarin.
Menurut Marzuki, orang korupsi harusnya untuk kepentingan pribadi. Sedangkan Aulia tidak ambil uang serupiah pun dari kasus yang menjeratnya. Ia pun meminta semua pihak untuk melihat kasus Aulia secara komprehensif, tidak hanya sepotong-sepotong.
Komentar yang menyebutkan Aulia Pohan bukanlah seorang koruptor juga ditentang wakil Ketua DPD Laode Ida. Bahkan, pernyataan itu dianggapnya melecehkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) serta lembaga penegak hukum lainnya.
"Pernyataan itu dapat dianggap sebagai melecehkan KPK dan jajaran penegak hukum lainnya, serta merendahkan martabat parlemen Indonesia di mata rakyat bangsa dan publik internasional," ujar Wakil Ketua DPD, Laode Ida, Selasa (24/8).
Menurutnya, KPK adalah pihak yang berhasil menjerat besan Presiden SBY tersebut. Aulia dijerat KPK dalam perkara aliran dana BI. Karenanya jangan disalahkan jika ada anggapan di masyarakat bahwa pernyataan Marzuki itu merupakan pesan dari SBY.
"Apalagi, Marzuki baru saja bertemu dengan SBY di Cikeas dalam acara buka puasa bersama. Kalau ini terjadi, maka sungguh sangat tak jelas gerakan pemberantasan korupsi pada masa yg akan datang," kata Laode.
Terpisah, mantan Menteri Hukum dan HAM Yusril Ihza Mahendera mengaku tidak berbeda pendapat dengan Ketua DPR Marzuki Ali yang menyebut Aulia Pohan bukan koruptor.
Menurut Yusril, tergantung dari cara pandang. "Tidak bisa disalahkan ke Marzuki, karena cara pandangnya melihat itu dari Undang-Undang Perbendaharaan Negara," kata Yusril Ihza Mahendra di Hotel Sahid, Jakarta, kemarin.
Yusril mempertanyakan kembali apakah Aulia Pohan telah merugikan uang negara atau bukan. Yusril menilai, dalam Undang-Undang Perbendaharaan Negara itu tidak ada kerugian negara, tetapi dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi itu merugikan.
"Tapi memang sebaiknya negara ini memperketat pengertian korupsi, jangan seperti karet," pinta Yusril. "Kalau seperti karet, semuanya bisa disebut korupsi," pintanya.
Senada Yusril, politisi Partai Amanat Nasional (PAN) tidak melihat ada keputusan kontroversi dalam pemberian remisi dan bebas bersyarat bagi Aulia Pohan. Selama pemberian itu tidak menyalahi undang-undang.
"Segala keputusan itu harus diambil dari peraturan perundangundangan. Jangan menyimpang dari yang ada," kata Ketua Umum PAN Hatta Rajasa usai buka puasa bersama di Kantor Pusat PAN, Jakarta Selatan, kemarin.
Menurut Hatta Rajasa, apapun keputusan remisi yang dikeluarkan pemerintah itu jangan pernah melenceng dari undang-undang. Selama itu tidak menyalahi undang-undang, maka keputusan yang dikeluarkan juga jangan diskriminatif.
Hatta mengatakan, penolakan remisi juga sudah dilakukan pemerintah. Dan selama proses penolakan itu tidak menyimpang dari aturan, PAN tidak mempermasalahkan.
Sebagaimana diketahui, Aulia divonis oleh Pengadilan Tipikor 17 Juni 2009 silam dengan hukuman 4,5 tahun. Selang tiga bulan kemudian, hukuman Aulia dikurangi oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjadi 4 tahun.
Di tingkat terakhir, MA mengurangi hukuman Aulia Pohan dari 4 tahun menjadi 3 tahun penjara. Aulia juga dikenai denda Rp 200 juta.







Tidak ada komentar: