Slider

Gambar tema oleh kelvinjay. Diberdayakan oleh Blogger.

POLITIKAL NEWS

Poros Barito

Technology

KRIMINALITAS

ANTI KORUPTOR

Sports

POROS KALTENG

» » » Perahu Kertas Kabupaten Barito Utara


Oleh: Munawar Khalil

SANI, 45 tahun menyeka peluh yang semenjak tadi terus mengucur deras di tubuhnya. Perlahan- lahan mangkok dari batok kelapa tempat penampungan tetesan getah karet di pohon terakhir dipungutnya. Sudah semenjak satu bulan ini karet yang disadapnya tidak lagi mengeluarkan getah seperti sebelumnya. Musim kemarau yang kini tengah melanda membuat pohon karet mengering, mulai dari batang, daun sampai getahnya pun ikut kering. Pohon karet tidak lagi menghasilkan getah secara maksimal.

Berkurangnya produksi getah karet membuat Sani patah semangat, keadaan ini lebih diperparah lagi dengan ikut turunnya harga per kilogram getah karet di pasaran. Kini harga karet para pengumpul di Muara Teweh anjlok sampai di level Rp. 6.500.-/kg. Padahal sebelumnya harga masih bertengger di kisaran Rp. 8.000,-/kg. dan Rp. 12.000,-/kg, tergantung jenis getahnya.

Penurunan produksi dan harga jual yang tergolong drastis ini berimbas pada semakin kecilnya pendapatan ekonomi para petani karet lokal yang menggantungkan hidupnya dari usaha penyadapan. Sani adalah salah seorang penyadap karet di Barito Utara yang menjerit, merasakan dampak dari kondisi tersebut. Penderitaan Sani tidak berhenti di situ saja, karena ternyata ia bukanlah seorang petani karet murni, melainkan hanya petani upahan dengan sistem Handian (bagi hasil), dimana hasil penjualan dari produksi karet yang sudah minim itu, masih harus dibagi lagi sebesar 30% untuk pemilik kebun. Alhasil, semakin sulit lah ia mengatur minimnya penghasilan tersebut guna menutupi sedemikian beragamnya kebutuhan se hari- hari keluarganya.

Dampak dari turunnya harga jual karet ini tidak hanya berpengaruh terhadap penghasilan riil orang per orang petani karet, melainkan lebih jauh dari itu, penurunan harga tersebut juga mempengaruhi sendi- sendi perekonomian di Barito Utara secara luas. Sebagaimana kita ketahui, petani yang membuka lahan perkebunan di kabupaten Barito Utara ini mencapai 34.000 jiwa. Adapun luas perkebunan karet rakyat mencapai 53.258 hektare dengan produksi rata-rata 800 kilogram per hektare. Hampir 70% petani lokal, terutama yg bermukim di daerah pedesaan Barito Utara menggantungkan hidupnya dari usaha penyadapan karet. Ketika harga karet turun, maka menurun pula lah jumlah dana bergulir di masyarakat sehingga secara tidak langsung berpengaruh pula terhadap lesunya sektor usaha ekonomi lainnya.

Sebenarnya penurunan harga karet ini juga terjadi di daerah penghasil karet lain. Hanya saja yang membedakannya ialah kesiapan masing-masing daerah dalam mengantisipasinya. Untuk daerah yang memiliki pabrik karet, fluktuasi harga karet tidak terlampau berpengaruh terhadap kondisi ekonomi daerah dan masyarakatnya. Daerah yang mempunyai pabrik masih bisa menentukan kontrol harga dengan baik dibanding dengan daerah yang tidak mempunyai pabrik dan hanya menjual mentah. Barito Utara sejak puluhan tahun yang lalu sudah mempunyai cetak biru dan site plan mengenai rencana pembangunan pabrik dan penyiapan lahan perkebunan, sayangnya 2 (dua) kali masa jabatan Kepala Daerah yang sekarang, rencana itu belum dapat terwujudkan secara nyata.

Kebun- kebun karet yang ada sekarang adalah tanaman lokal masyarakat yang menjadi peninggalan program pokok ketika masa jabatan Bupati Drs. A.J. Nihin. Adapun keberlanjutan program sebagai bentuk perhatian dari pemerintah daerah hingga saat ini, di antaranya masih sebatas pemenuhan terhadap permintaan bibit karet oleh kelompok tani. Informasi terakhir menyebutkan bahwa masyarakat yang minta bantuan bibit karet sebanyak 3.267 jiwa terdiri atas 123 kelompok tani pada 43 desa tersebar di enam kecamatan, dan.dikabarkan pula bahwa rencananya pertengahan Oktober hingga akhir November 2012 akan ada bantuan bibit karet secara cuma-Cuma. Semoga informasi ini benar dan kita tunggu realisasinya.

Bagaimanapun secara finansial, program pengembangan perkebunan karet, sepertinya memang tidak terlalu menarik perhatian kepala daerah, karena dari proyek ini tidak menghasilkan dana secara instan, namun memerlukan waktu yang lumayan panjang. Ini sangat berbanding terbalik dengan proyek batubara yang dananya bisa langsung didapat ketika Ijin Usaha Pertambangan ditandatangani. Perkebunan karet sebenarnya adalah salah satu mata pencaharian masyarakat Barito Utara yang sesuai karakteristik wilayah dan merupakan tradisi turun-temurun penduduknya. Beberapa kali investor berusaha menawarkan kerjasama, namun selalu gagal mewujudkan proyek ini.

Pada dasarnya tugas pemerintah sangat sederhana, menyediakan lahan dan ijin, seterusnya investor lah yang melaksanakan proses dari penanaman sampai membangun pabrik karet dengan standart luas yang dipersyaratkan untuk mencukupi kebutuhan bekerjanya pabrik mereka. Harapan adanya suatu terobosan dalam membangun kehidupan ekonomi masyarakat berbasis perkebunan karet, tampaknya sudah menemui jalan buntu, kemiskinan mulai merambah naik, berbagai jenis usaha mengalami kelesuan seiring dengan melemahnya daya dukung perkebunan karet sebagai penopang utama perekonomian sebagian masyarakat di Barito Utara.

Dalam satu tahun menuju pilkada Juni 2013, rasanya kemungkinan untuk melihat perubahan itu masih sebatas mimpi, betapa tidak para elit daerah justru lebih fokus berloma-lomba kepada penciptaan strategi pemenangan dalam rangka berebut kursi kekuasaan nomor satu daerah, akan tetapi tanpa terlihat sedikitpun usaha diantara mereka untuk membarengi keinginan berkuasa (will to power) itu dengan suatu visi-misi dan rencana program yang jelas keberpihakannya pada bagaimana upaya mengatasi problem perekonomian masyarakat seputar masalah disektor perkebunan karet lokal. Gaduh persiapan pilkada nampaknya juga turut menyita perhatian sebagian anggota legislatif daerah yang juga bernafsu untuk ikut berperanserta menakhodai perahu kertas Barito Utara ini.

Perahu ini telah berlayar sedemikian jauh, tanpa arah dan tujuan yang jelas. Nakhoda yang membawanya pun telah lupa bahwa ia telah dipercaya dan diberikan amanah untuk mengarahkan perahu agar selamat sampai tujuan. Perjalanan masih panjang, gelombang dan badai telah menampakkan amarahnya. Perahu kertas ini sudah mulai terombang ambing dan akan karam ditengah lautan jika tidak segera dinakhodai secara baik dan benar. Sudah saatnya kita membutuhkan nakhoda yang mempunyai kapasitas, kapabilitas, skill, dan integritas untuk menyelamatkan perahu Batara.

Siapapun pemimpin yang menakhodai perahu kertas Barito Utara ini kedepan, akan menghadapi tugas yang maha berat dalam menjalankan roda pemerintahan. Diperlukan pemimpin super yang bekerja benar- benar murni untuk kepentingan dan kemaslahatan masyarakat Barito Utara, bukan dia yang hanya mengincar kursi kekuasaan semata-mata untuk diri, keluarga, dan kelompoknya. Ingat nasib perjalanan perahu kertas juga ada di tangan kita selaku penumpang yang memiliki hak dalam menentukan siapa nakhoda perahu yg dapat kita percayai. Mari kita saling bergandengan tangan dan saling mengingatkan. Semua akan indah pada waktunya. ELA SALA PILIH HAMPAHARI.

(Penulis adalah Sekretaris PC Muhammadiyah Barito Utara)

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama